Next Post

Tradisi Menganyam di Desa Rajawangi Majalengka, Awalnya Jadi Alat Penyebaran Islam

20191007_Tradisi Menganyam Desa Rajawangi Majalengka Haidar (1)

 

MAJALENGKA –

Masyarakat di Desa Rajawangi, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka dikenal sebagai sentra anyaman berbahan baku rotan. Tradisi menganyam di desa tersebut telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tak heran jika tradisi menganyam masih lestari di Desa Rajawangi.

Hasil anyaman bambu dan rotan yang dihasilkan dari Desa Rajawangi, di antaranya boboko, piring, keranjang buah, lemari, pipiti, aseupan, aaringan atau ayakan, tampian serta sejumlah barang perabotan dapur dan alat rumah tangga lainnya. Produk anyaman dari Desa Rajawangi ini kerap dipasarkan untuk memenuhi permintaan dari sejumlah kota.

Menganyam menjadi pilihan warga sekitar sebagai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari historisnya, tradisi menganyam bambu di Desa Rajawangi pertama kali dikenalkan dan diajarkan Ki Buyut Muriddin, yang oleh para sesepuh desa acap disapa Ki Muri.

Ratusan tahun lalu, tepatnya pada era 1800’an, Ki Buyut Murid menyebarkan agama Islam. Namun, cara pendekatan kepada masyarakat Rajawangi, yakni mengajari warga dengan menganyam bambu.

Pepatah yang kerap terdengar di telinga para orangtua di Rajawangi ini adalah “Belajarlah menganyam untuk aktifitasmu. Menganyam bisa membuat aktifitasmu telihat nyata ketika pensiun maupun untuk usaha.”

Nyatanya, hingga kini bisa dibuktikan di hampir setiap sudut rumah di Desa Rajawangi terlihat ada aktifitas orang yang sedang menganyam, baik dengan bahan baku bambu maupun rotan. Namun, kebanyakan para perajin membuat anyaman dari bahan bambu. Sementara sebagian lainnya menggunakan bahan rotan.

Kuwu Rajawangi, Mansur mengatakan mayoritas warga di desanya, 75% bekerja atau bermatapencaharian sebagai perajin anyaman bambu dan rotan. Sementara 15% bekerja sebagai petani dan sisanya bekerja sebagai pegawai pemerintah dan swasta. “Mayoritas warga di sini menganyam. Itu sudah diajarkan nenek moyang buyut di sini.” ujarnya.

Salah seorang pengrajin anyaman, Abidin (30) mengatakan, sejak lulus sekolah dasar, dia sudah mulai menganyam untuk mencari uang sebagai kebutuhan dirinya. Saat ini, ketika sudah berkeluarga dan punya anak, tradisi menganyam justru menjadi mata pencaharian andalannya.

“Sudah lama saya bisa menganyam. Sehari paling bisa selesai antara 15 sampai 20 keranjang rotan. Itu tergantung situasi. Bisa kurang bisa lebih,” ujarnya saat ditemui di Blok Rabu Desa Rajawangi, Senin (7/10/2019).

‎Terkait persoalan bahan baku bambu yang sering ditebang setiap minggunya untuk dijadikan anyaman bambu, pamong desa yang menjabat Kepala Dusun, Sukarya mengatakan bahwa pihaknya berani menjamin ‎bahan baku bambu di Desa Rajawangi akan selalu melimpah dan banyak.

Alasannya, tanaman atau pohon yang bisa meminimalisasi terjadinya longsor itu sudah tumbuh sejak ratusan tahun lalu. “Tidak akan pernah habis, sebab kebun bambunya luas. Jadi sirkulasinya itu, begini, minggu ini menebang sebelah sini‎, minggu berikutnya di lain tempat. Yang sudah ditebang dibiarkan, nanti tumbuh lagi dengan sendirinya. Jadi tidak akan pernah habis,” ujarnya.

Sukarya menambahkan hingga saat ini, memang belum ada aturan khusus terkait penebangan bambu. Alasannya, karena kebun bambu itu rata-rata milik perorangan, bukan milik kelompok atau pemerintah.

“Masyarakat sini, memelihara kearifan lokal tentang manfaat bambu yang menjadi sumber penghidupannya. Warga Rajawangi sudah ratusan tahun menganyam. Bambunya tak pernah habis, selalu melimpah hingga saat ini. Jangan heran ketika di kebun bambu, sebagian gundul, sebagian rindang. Yang gundul akan tumbuh lagi. Yang rindang nanti akan gundul karena ditebang bambunya,” ungkapnya. (Haidar)

 

 

 

indramayujeh

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News