Next Post

Harga BBM Mahal, Pelaku Usaha Perikanan di Pantura Terancam Merugi

IMG-20220603-WA0018

 

INDRAMAYU

Nelayan pantura di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI Jakarta mendesak kepada Presiden Joko Widodo dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk merevisi sejumlah kebijakan yang dianggap merugikan nelayan.

Kordinator umum Front Nelayan Bersatu, Kajidin mengatakan kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kenaikan harga BBM di industri perikanan, cukup merugikan. Kenaikan PNBP dan harga BBM sangat merugikan nelayan, dalam hal ini adalah anak buah kapal (ABK). Pasalnya, bagi pemilik kapal ini bukan persoalan besar. Karena jika pemilik kapal rugi, mereka tinggal mengikat kapalnya dan tidak memberangkatkan. Berbeda dengan nasib ABK yang bergantung dengan berangkat atau tidaknya kapal nelayan untuk berlayar mencari ikan.

Hal lain yang dikeluhkan adalah indeks tarif pasca produksi yang menjadi 10 persen. Hal itu tertuang di Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada KKP.

“Kebijakan ini bagi kami selaku pelaku usaha itu sangat memberatkan. Belum lagi ditambah sanksi-sanksi administrasi denda dan sebagainya,” ungkap Robani Hendra Permana, salah satu pemilik kapal nelayan di Indramayu. Selain itu harga BBM jenis solar di industri perikanan juga terus mengalami kenaikan. Saat ini harga BBM untuk kebutuhan berlayar Rp 16.900 per liter.

Nelayan pantura baik di Jawa Barat, Jawa Tengah dan DKI juga telah bersepakat dan mengirimkan surat kepada KKP dan Kementerian Keuangan terkait keluhan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Dalam kesempatan tersebut, nelayan Pantura Indramayu juga menggelar aksi damai di kawasan sentra perikanan karangsong pada Jumat (3/6/2022). Mereka meminta pemerintah untuk merevisi kebijakan-kebijakan yang merugikan industri perikanan di Indonesia.

Berikut Aspirasi Nelayan Pantura :

1. Pemerintah ataupun pihak terkait lainnya untuk merevisi Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 85 Tahun 2021 terkait :
– Indeks Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) paska produksi, Untuk ukuran
kapal GT< 60 adalah 2 persen, Kapal ukuran 60<GT<100 adalah 3 persen.
2. Menolak masuknya kapal asing dan eks asing ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
Indonesia dan penurunan tarif tambat labuh
3. Meminta alokasi ijin penangkapan 2 WPP yang berdampingan.
4. Mengusulkan Adanya harga BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT
dengan harga maksimal Rp 9.000 per liter.
5. Meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ukuran maksimal
30 GT dan Pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT.
6. Merevisi sangsi denda administrasi terkait pelanggaran WPP dan Vessel Monitoring
System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP).
7. Pemerintah lebih mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan
penegakan hukum kapal perikanan.
8. Meminta pemerintah agar mengakomodir kapal-kapal eks cantrang untuk dialokasikan
ijinnya menjadi jaring tarik berkantong dan mempermudah dalam proses perijinan. (Bakrudin/IJ News)

indramayujeh

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News