Next Post

KPI Indramayu Soroti Korban Perkawinan Anak Masih Tinggi

IMG-20210112-WA0056

INDRAMAYU –

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Indramayu menyoroti masih tingginya jumlah anak yang menjadi korban perkawinan anak.

Hal itu menyiratkan kalau perkawinan anak masih banyak terjadi meski perkawinan itu merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, serta pelanggaran terhadap hak anak, khususnya hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai usianya.

KPI juga mengungkap pernikahan anak di Jawa Barat masih tinggi. “Berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 tercatat presentase perempuan usia 20-24 tahun yang pernah kawin umur pertamanya di bawah 18 tahun Jawa Barat menduduki provinsi kedua terbanyak dengan 20,93% dari jumlah perempuan yang ada.

Prosentase tersebut bahkan lebih tinggi ketimbang tingkat pernikahan dini secara nasional yang mencapai 15,66%,” ungkap Sektertaris KPI Cabang Indramayu Yuyun Khoerunisa disela-sela seminar “Memperkuat Jaringan Dengan Mengorganisir Kampanye Penghentian Perkawinan Anak di Kabupaten Indramayu” di salahsatu hotel di kota manga, Selasa (12/01/2021).

Bahkan kata dia, menurut data perkawinan anak dari Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat tahun 2019 tercatat ada 21.449 kasus. Kemudian berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu tercatat dispensasi kawin tahun 2018 sebanyak 266 kasus, tahun 2019 sebanyak 251 kasus, dan pada tahun 2020 sebanyak 534 kasus.

“Berdasarkan catatan data yang dilakukan oleh KPI Indramayu melalui Balai Perempuan Pusat Informasi Pengaduan dan Advokasi (BP PIPA) dari tahun 2018 – 2020 mencatat ada 28 kasus. Jumlah tersebut di BP Gelarmendala sebanyak 12 kasus, BP Krasak 10 kasus, dan BP Cibeber ada 6 kasus,” beber Yuyun.

Sementara data perceraian yang didapatkan dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu tahun 2018 sebanyak 7.776 kasus dengan perincian cerai talak 2.325 kasus, cerai gugat 5.451 kasus. Tahun 2019 tercatat ada 8.365 kasus meliputi cerai talak 2.301 kasus, cerai gugat 6.064 kasus. Tahun 2020 sebanyak 6.712 kasus yakni cerai talak 2.389 kasus, cerai gugat 4.323 kasus.

“Melihat data gugat cerai lebih tinggi dari gugat talak menunjukkan indikasi besarnya kasus KDRT yang dialami oleh perempuan,” sebut dia.

Kemudian berdasarkan data laporan kasus yang diterima oleh PPA Polres Kabupaten Indramayu Tahun 2020 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 44 kasus, pencabulan sebanyak 9 kasus, trafficking sebanyak 1 kasus dan kasus aniaya anak sebanyak 21 kasus.

Selanjutnya, data kasus kekerasan di Indramayu yang didapatkan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Indramayu Tahun 2015 sebanyak 99 kasus, Tahun 2016 sebanyak 63 kasus, Tahun 2017 sebanyak 84 kasus, Tahun 2018 sebanyak 31 kasus, Tahun 2019 sebanyak 40 kasus, dan Tahun 2020 sebanyak 16 kasus.

“Kekerasan itu terdiri dari KDRT (KTP), trafficking, persetubuhan/perbuatan cabul/pelecehan seksual, kekerasan fisik, penelantaran, KDRT (KTA), bawa lari, depresi, kekerasan psikis, hak asuh anak dan ABH,” timpanya.

Terkait data di atas ditambah dengan kondisi pandemi COVID-19 yang memunculkan beberapa masalah sosial dan juga perekonomian menjadi dampak yang turut berpengaruh terhadap lajunya angka perkawinan anak di Indonesia termasuk juga di Indramayu.

Bahkan, bukan tidak mungkin beberapa anak akan tetap menikah dengan tidak mengikuti prosedur pencatatan di KUA/DISDUKCAPIL sesuai dengan ketentuan negara.

“Untuk pencegahan perkawinan anak kita bersama-sama mensosialisasikan UU Nomor 16/2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan. Dalam UU itu diantaranya diatur batas usia perkawinan bagi perempuan, diubah dari 16 menjadi usia 19 tahun atau setara dengan usia laki-laki,” ajak Yuyun. (Safaro/IJnews)

indramayujeh

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News