Next Post

Vaksin Covid-19 untuk Masyarakat Urban dan Digital

IMG-20210622-WA0129

 VAKSIN Covid-19 sudah tersebar di seluruh daerah tanah air. Negara rela menggelontorkan dana triliunan rupiah demi menekan jumlah orang yang terjangkit Covid-19.

Berbagai macam pertanyaan masyarakat pun muncul terkait program vaksinasi ini. Diantaranya seperti keampuhan, keamanan, dan kehalalan vaksin yang digunakan. Pada akhirnya kesimpang siuran pun berkembang semakin meluas. Simpang siur mengenai vaksin Covid-19 semakin berkembang dan “dibumbui’ dengan berbagai opini yang muncul dari para pejabat negara hingga politisi.

Di pihak para pejabat negara dan politisi, beberapa opini yang dikeluarkan bahkan semakin memperkeruh simpang siur tentang tujuan vaksin yang dijalankan negara.

Masyarakat urban, yang terkandung pada tulisan ini merujuk pada mereka yang hidup di kota dan memiliki jenis pekerjaan, seperti pegawai di kantor dan perusahaan. Di sisi lain, masyarakat lokal merujuk pada masyarakat perdesaan, yang kehidupan ekonominya bergantung pada sistem ekonomi subsisten, seperti bertani dan nelayan.

Terdapat fakta dan perbedaan yang cukup substantif antara masyarakat urban dan masyarakat lokal dalam mengartikulasi vaksin Covid-19. Walaupun berbeda, ada kesamaan artikulasi antarkeduanya. Khususnya, harapan mereka agar vaksin Covid-19 menjadi obat, yang dapat membantu mereka untuk segera kembali beraktivitas secara normal.

Dengan hadirnya vaksin Covid-19 pastinya menjadi berita yang paling ditunggu masyarakat urban. Setidaknya, ada tiga simpang siur yang sering menjadi perbincangan di ruang publik masyarakat urban. Pertama, vaksin Covid-19 akan menjadi obat ampuh dalam menurunkan angka masyarakat yang terinfeksi. Mobilitas masyarakat urban yang penuh dengan kesibukan tentunya sangat terganggu dengan realitas pandemi ini. Beberapa media sosial, bahkan dipenuhi dengan tagar “saya siap divaksin”.

Artikulasi ini menggambarkan kesediaan masyarakat untuk segera keluar dari cara hidup “New Normal” dan kembali hidup seperti sediakala. Kedua, selain terkait dengan fungsi dan efek vaksin, kepada siapa yang berhak untuk menerima vaksin. Polemik terjadi ketika setiap orang atau instansi mengklaim dirinya menjadi yang paling pertama dalam menerima vaksin.

Polemik ini dijawab oleh negara dengan memberikan vaksin terlebih dahulu kepada mereka yang bertugas untuk mengurus pelayanan publik. Namun, berbagai interpretasi tentang siapa yang disebut sebagai pelayan publik dan siapa yang paling berhak di antara mereka. Ketiga, kehadiran vaksin membuka ruang tentang keberhasilan dari vaksin tersebut.

Simpang siur ini muncul dari kalangan masyarakat yang memiliki pengetahuan di bidang medis yang cukup baik. Simpang siur ini semakin berkembang tentang vaksin mana yang paling ampuh dari antara berbagai alternatif vaksin yang telah diproduksi.

Kehadiran vaksin Covid-19 juga ditunggu-tunggu oleh masyarakat lokal. Setidaknya ada tiga pertanyaan inti tentang vaksin ini. Pertama, vaksin tersebut akan mengembalikan sistem sosial-ekonomi masyarakat yang sudah dibatasi dengan berbagai protokol kesehatan. Yang pertama ialah bagaimana mereka kembali untuk bisa bekerja bersama-sama sebagai satu kelompok, tanpa ada berbagai aturan kesehatan yang sangat mengganggu arti kebersamaan, sebagai satu kesatuan.

Selain itu, kehadiran vaksin Covid-19 menjadi berita baik untuk kembali memperbaiki kehidupan ekonomi yang sempat terganggu. Kedua, mengenai keamanan dan halal tidaknya vaksin yang digunakan, tidak terlalu dipikirkan masyarakat. Karena mereka lebih fokus pada upaya untuk segera membangun kehidupan sosial-ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Masyarakat percaya bahwa negara memiliki political will yang baik dalam menjaga kehidupan warganya. Dengan demikian, berbagai perdebatan di media, tidak memiliki efek yang besar terhadap keinginan masyarakat untuk segera mendapatkan vaksin. Walaupun demikian, terdapat beberapa artikulasi masyarakat yang terpengaruh berbagai berita media sehingga menjadi takut terhadap vaksin Covid-19.

Ketiga, terkait dengan kesimpang siuran tentang siapa yang paling berhak untuk mendapatkan vaksin, masyarakat tetap mengikuti aturan yang telah ditentukan negara. Masyarakat bersedia menunggu gilirannya untuk segera mendapatkan vaksin yang sudah dipersiapkan secara gratis oleh negara. Yang diharapkan masyarakat ialah vaksin tersebut tidak dipolitisasi sehingga niat tulus untuk membantu masyarakat keluar dari pandemi ini dapat terealisasi dengan cepat.

Kebijakan yang adil Pluralitas diskursus vaksin Covid-19 pada akhirnya menuntut sebuah kebijakan politik yang fair sekaligus just. Diksi fair merujuk pada praktik kebijakan politik yang sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku, sedangkan just merujuk pada sebuah upaya keadilan substansial. Yang ditekankan dalam tulisan ini ialah bagaimana membangun sebuah kebijakan yang adil secara substantif. Artinya, bahwa semua kebijakan yang diambil tidak boleh hanya berdasar pada prinsip prosedur, aturan, dan generalisasi. Berbagai artikulasi vaksin covid-19, khususnya berasal dari masyarakat, patut menjadi perhatian agar kebijakan negara tidak menomorduakan masyarakat lokal, yang juga berkeinginan untuk segera keluar dari badai pandemi. Kebijakan negara dalam menyediakan dan mendistribusikan vaksin ke seluruh pelosok daerah ialah kebijakan yang baik. Namun, setiap kebijakan tidak hanya berhenti pada penilaian moral tentang baik dan buruk. Butuh upaya lanjutan untuk dapat merealisasikan kebijakan tersebut agar dapat dirasakan seluruh warga negara, termasuk masyarakat lokal.

Tajuk utama berita di semua media massa saat ini tertuju pada upaya vaksinasi untuk menyelesaikan pandemi Covid-19. Berbagai sentimen pendapat muncul menilai efektivitas dan keamanan dari penggunaan vaksin itu sendiri. Bahkan Presiden sebagai pemimpin negara yang memberikan percontohan program vaksinasi Covid-19 tetap memunculkan sentimen negatif yang luar biasa di masyarakat.
Pertanyaan dan persepsi masyarakat sebenarnya merupakan hal yang wajar selaku pribadi yang memiliki hak penuh atas badan mereka yang nantinya akan diberikan zat asing masuk ke dalam tubuh mereka. Sehingga edukasi yang menyeluruh menjadi jurus jitu yang harus terus disampaikan kepada masyarakat terkait dengan kepastian keamanan dan efektivitas vaksinasi dan pemilihan opsi program vaksinasi untuk mempercepat penurunan risiko penularan virus yang masih belum dapat dikendalikan.
Vaksin sendiri sebenarnya bukan hal baru di masyarakat. Program vaksinasi yang sering kita dengar sebelumnya adalah imunisasi sehingga seharusnya menjadi lebih mudah meyakinkan masyarakat seperti saat memberikan informasi imunisasi kepada masyarakat melalui program Pekan Imunisasi Nasional (PIN). Vaksin sendiri merupakan preparat biologis yang digunakan untuk melatih sistem kekebalan agar mampu mengenali dan memerangi patogen baik virus maupun bakteri. Vaksin sendiri dibuat dengan teknologi membuat suatu agen yang menyerupai mikroorganisme yang menyebabkan penyakit tersebut bisa dari agen mikroorganisme yang dilemahkan atau kita sering menyebutnya sebagai live attenuated vaccine, lalu terbuat dari agen mikroorganisme yang sudah dimatikan atau yang terbaru menggunakan teknologi mRNA (Mikro RNA) yang mekanismenya mengajari sel tubuh cara membuat protein yang memicu respons imun di dalam tubuh sehingga sering disebut lebih efektif dibandingkan teknologi virus yang dimatikan ataupun dilemahkan.
Contoh vaksin yang dilemahkan yang telah diproduksi sebelumnya dan telah dimasukkan dalam program imunisasi nasional adalah vaksin tuberculosis (BCG), vaksin polio oral, vaksin campak, vaksin rotavirus, dan vaksin demam kuning. Kehadiran beberapa vaksin tersebut terbukti efektif menurunkan kejadian infeksi penyakit seperti pada kasus TBC, Polio, serta Campak di Indonesia. Untuk vaksin yang dimatikan yang sudah diproduksi sebelumnya seperti vaksin hepatitis A, vaksin influenza serta vaksin rabies juga sudah menunjukkan benefitnya untuk mengurangi kejadian penyakit tersebut. Teknologi vaksin yang dimatikan juga digunakan untuk membuat vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh Sinovac.
Untuk teknologi lain vaksin Covid-19 dibuat dari mRNA sebuah teknologi vaksinasi terbaru yang dikembangkan oleh Pfizer dan Moderna. Mekanisme semua jenis teknologi vaksin tersebut adalah sama yaitu membentuk kekebalan tubuh dengan proses pengenalan sistem imunitas tubuh dengan mengenali antigen atau vaksin tersebut sebagai musuh dan akhirnya tubuh memproduksi antibodi yang sewaktu waktu siap memerangi ketika memang ada virus atau bakteri yang spesifik sesuai jenis vaksin yang masuk ke dalam tubuh.
Kehadiran teknologi vaksin sebenarnya sudah ada sejak abad ke-15. Saat itu manusia mulai menyadari bahwa ada hubungan antara paparan dan kekebalan tubuh. masyarakat China kuno diprediksi menggunakan bubuk keropeng cacar yang diambil dari orang yang sakit lalu dihirup atau digosokkan ke kulit untuk mengimunisasi diri mereka sendiri. Proses inokulasi primitif tersebut juga dilakukan di Afrika dan Timur Tengah. Perkembangan teknologi vaksin secara lebih mutakhir dilakukan oleh Edward Jenner yang mengembangkan vaksin pertama di dunia pada 1796 dengan virus cacar sapi yang sudah dilemahkan kemudian terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu mikrobiologi. Ilmuwan mulai sadar penyebab dari penularan infeksi tersebut ada agen patogen yang spesifik menyebabkan penyakit menular berkembang tidak terkendali. Barulah pada abad 19 hingga 20 vaksinasi buatan laboratorium dibuat dengan perpaduan dasar keilmuan imunologi dan mikrobiologi. Manfaat dari vaksinasi telah terbukti pada awal abad ke 21 di mana penyakit menular yang sebelumnya secara internasional menyebabkan infeksi dan kematian turun hingga hampir 97%. Keberhasilan tersebut menyebabkan vaksin semakin dikenal luas dengan berbagai program vaksinasi melalui konsep herd immunity.

Herd immunity (kekebalan kelompok) adalah suatu bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi menjadi kebal terhadap infeksi, baik melalui infeksi sebelumnya atau vaksinasi, sehingga individu yang tidak kebal ikut terlindungi.

Konsep herd immunity telah disadari oleh ilmuwan Eropa saat terjadinya wabah campak, cacar, tifus, dan malaria yang menyebabkan kematian serta wabah berkepanjangan di daratan Eropa serta Amerika. Orang yang selamat dari wabah disebut telah memiliki kekebalan pasca paparan infeksi terjadi. Oleh karena itu konsep kekebalan kelompok menjadi salah satu acuan yang bisa digunakan untuk menyelamatkan manusia dari pandemi ditambah dengan bantuan vaksinasi.
Program vaksinasi sangat baik melakukan perlindungan terhadap kelompok rentan, di mana mekanismenya orang yang telah diberikan vaksin memiliki benteng perlindungan secara kelompok untuk meminimalisir potensi super spreader yang dapat menginfeksi cepat ke beberapa manusia lain. Vaksinasi hadir sebagai pelengkap ikhtiar untuk menyelesaikan pandemi dengan lebih cepat.

Manfaat dari vaksinasi Covid-19 harus ditunjang dengan bukti efektivitas dan keamanan yang jelas untuk diinformasikan secara lengkap kepada masyarakat. Pada aspek keamanan vaksin yang saat ini sudah hadir di indonesia yaitu Sinovac terbukti aman pada pengujian klinis fase 1 selain itu juga secara konsep vaksin Sinovac dibuat melalui inactivated virus vaccine atau vaksin yang telah dimatikan. MUI juga sudah melakukan audit terkait dengan kehalalan dan kesucian dari vaksin Sinovac.

Hasil kemanjuran atau efficacy menunjukkan pada hasil uji klinis di Indonesia yaitu 65%. Nilai tersebut menunjukkan kemanjuran dari vaksin walaupun ada 35% kemungkinan masyarakat yang sudah menerima vaksin memiliki risiko terinfeksi walaupun sudah diberikan vaksinasi.

Bukti yang lain yang menguatkan program vaksinasi pada pandemi ini adalah adanya risiko yang minimal seseorang yang telah diberikan vaksin mendapatkan infeksi bergejala berat. Sehingga ketika gejala berat dapat di minimalisir maka kemungkinan jumlah virus dalam tubuh pasien yang dapat ditularkan kepada orang lain juga menjadi lebih kecil.
Pertanyaan lanjutan dari masyarakat adalah kebijakan pemberian vaksinasi sebanyak dua tahap. Pemberian vaksin dua tahap memiliki manfaat untuk memberikan respons imunitas yang maksimal dengan terbentuknya antibodi yang lebih optimal setelah proses penyuntikan vaksinasi dua tahapan.

Konsentrasi antibodi yang optimal pada tubuh juga memberikan perlindungan yang optimal atas kemungkinan masuknya virus Covid-19 ke tubuh manusia tersebut. Sejarah membuktikan manfaat vaksin telah dirasakan oleh masyarakat dengan penurunan tingkat infeksi maupun resiko kematian.

Tinggal kemantapan hati kita untuk berpikiran positif dan memotivasi diri bahwa vaksinasi adalah bentuk ikhtiar lain untuk menyelesaikan pandemi secepat mungkin. Mari bersama memberikan edukasi dari tingkat kecil keluarga yang kemudian ditularkan kepada masyarakat umum untuk memunculkan optimisme dan sentimen positif terkait program vaksinasi Covid-19.

Penulis:
Sandhia Bela
Mahasiswa Program Studi S1 Digital Public Relations
Fakultas Komunikasi & Bisnis
Universitas Telkom Bandung

Referensi
https://mediaindonesia.com/opini/389597/diskursus-vaksin-covid-19-masyarakat-urban-dan-lokal
https://www.kompas.id/baca/ilmu-pengetahuan-teknologi/2021/06/04/perlu-sosialisasi-masif-untuk-lawan-hoaks-vaksin-covid-19

indramayujeh

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News