Next Post

Guru Bisa Tangkal Radikalisme Pelajar

JAKARTA –
Guru memiliki peran strategis untuk menangkal berkembangnya radikalisme di kalangan

generasi muda. Dengan terus memupuk sikap toleran dan gotong-royong kepada siswa, peran

pengajar sangat penting bagi pemerintah yang sedang serius menata ulang kerukunan

antargolongan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) Unifah Rosyidi

menuturkan, beragam gejala munculnya sikap intoleran yang memicu konflik antargolongan

semakin menguat dalam setahun terakhir. Menurut dia, hal tersebut mengancam nilai-nilai

kebangsaan yang sangat menjungjung tinggi keberagaman.
“Untuk itu PGRI berkomitmen menjadikan guru sebagai figur penyemai kerukunan dan kedamaian.

Serta menolak radikalisme, terorisme, dan kekerasan dalam menyelesaikan berbagai masalah

kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Unifah, di kantor pusat PB-PGRI, Jakarta, Selasa

25 Juli 2017.
Ia menegaskan, sesuai fungsinya, PGRI bertekad untuk menjadikan lembaga persekolahan dan

perguruan tinggi PGRI sebagai wadah inklusif. Lembaga inilah yang membentuk generasi muda

berkarakter kuat, saleh, dan berjiwa mandiri. Menurut dia, sekolah dan perguruan tinggi

menjadi tempat terbaik bagi generasi muda untuk memupuk rasa nasionalisme yang demokratis

dan moderat serta menghormati kebhinnekaan.
“Dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan akal pikiran dan keyakinan

yang sehat. Kami tetap setia kepada NKRI yang berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara

dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Juga pada UUD 1945 dan semangat Bhineka Tunggal Ika,”

katanya.
Unifah menyatakan, untuk menjaga keberagaman, telah digelar deklarasi keutuhan dan kemajuan

bangsa, di Yogyakarta, akhir pekan lalu. Deklarasi itu diadakan PGRI bersama para pimpinan

perguruan tinggi PGRI, PAUD dan persekolahan PGRI, asosiasi profesi dan keahlian sejenis

PGRI, dan perempuan PGRI. Dalam deklarasi tersebut, PGRI memberikan beberapa rekomendasi

kepada pemerintah untuk mengikis konflik antargolongan.
“Pertama, pendidikan karakter sebagai skala prioritas dalam mewujudkan percepatan dan

pemerataan kualitas pendidikan. Kedua, PGRI berkomitmen meningkatkan kompetensi pendidik

dan tenaga kependidikan. Ini sesuai dengan tuntutan profesi sebagaimana dikehendaki oleh

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ketiga,pemerintah harus

bersungguh-sungguh meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan pendidik dan tenaga

kependidikan melalui program yang efektif, efisien dan signifikan,” ucap Unifah.
PGRI juga menyarankan agar pemerintah melalui kementerian terkait, dalam merumuskan dan

menetapkan kebijakan pendidikan, didasarkan pada hasil kajian mendalam dengan melibatkan

PGRI. PGRI menolak gagasan pembentukan AGMP (asosiasi guru mata pelajaran) sebagai

organisasi profesi. Juga merekomendasikan pemerintah memberdayakan APKS (asosiasi profesi

dan keahlian sejenis) yang ada di bawah naungan PGRI. Merevisi pasal-pasal pada Peraturan

Pemerintah Nomor 19 tahun 2017 yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005

tentang Guru dan Dosen.
“Pemerintah harus membuat grand design pemenuhan kebutuhan guru skala nasional untuk

mencegah terjadinya akumulasi permasalahan kekurangan guru. Mendesak pemerintah agar

menyelesaikan persoalan pengajar non PNS pada sekolah-sekolah negeri dan swasta agar

diselesaikan secara tuntas, adil dan manusiawi. Uji Kompetensi Guru (UKG) hanya ditujukan

untuk pemetaan dan tidak dijadikan dasar untuk memperoleh Tunjangan Profesi Guru (TPG)

maupun sebagai syarat untuk mengikuti PPG yang dibiayai oleh negara,” ujarnya.(pikiran-

rakyat.com/indramayujeh.com)

indramayujeh

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News