Next Post

Mahar Politik dan Perlu Bahan

Suhu politik di Kabupaten Indramayu masih naik turun menjelang pesta demokrasi Pilkada 2020. Kata orang Indramayu sih masih “anget-anget tai ayam”, karena belum ada kepastian siapa sebenarnya yang akan menjadi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Indramayu yang diusung oleh Parpol atau Parpol koalisi.

Namun meski demikian, kini tahapan pelaksanaan Pilkada Indramayu 2020 (bukan tahapan formal yang diatur KPU) telah memasuki tahap krusial. Kenapa krusial ? karena di tahap inilah saat-saat paling mendebarkan bagi para balon dan pendukungnya menunggu siapa sebenarnya yang akan diusung oleh parpol atau koalisi untuk menjadi pasangan bupati dan wakil bupati pada Pilkada Indramayu 23 September 2020 nanti.

Memasuki tahap krusial ini, berbagai rumor berkembang, berbagai isu juga berterbangan, fenomena balon kutu loncat berhamburan, klaim siapa berpasangan dengan siapa juga dihembuskan, bahkan klaim siapa yang bakal mendapat rekom dari parpol pun dimunculkan. Dan yang lebih mengerikan lagi adalah munculnya kabar akan permintaan mahar politik dari beberapa parpol kepada para Balon.

Kenapa mengerikan? Karena bagi saya, jika benar beberapa Parpol meminta Mahar Politik kepada para balon bupati, maka hal itu jelas-jelas merupakan pertanda buruk bagi masa depan demokrasi di Indramayu, lebih jauh lagi mimpi akan perubahan di Indramayu pun hanya akan menjadi bunga tidur semata, ilusi yang nyata dan tidak akan pernah terwujud sama sekali.

Selain itu, mahar politik adalah jelas-jelas kejahatan demokrasi yang harus kita perangi bersama. Larangan penerimaan mahar politik ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pada pasal 47 ayat 1, partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Ayat 2 Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik terbukti menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau gabungan partai politik yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama.

Pada ayat 3 partai politik atau gabungan partai politik yang menerima imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Selanjutnya ayat 4 yakni setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

Ayat 5 dalam hal putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan setiap orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota, maka penetapan sebagai calon pasangan calon terpilih, atau sebagai dibatalkan.

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 dan pada proses penjaringan calon bupati/wakil bupati bahwa terdapat ketentuan yang mengatur larangan untuk menerima mahar politik dari calon dalam pasal 187b. Anggota parpol atau gabungan parpol yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan bupati dan wakil bupati bisa dikenakan pidana. Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit Rp300 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Selain melanggar peraturan perundang-undangan, jika benar ada permintaan maha politik dari parpol di Indramayu kepada balon bupati, apalagi parpol itu mengusung jargon perubahan, maka sebenarnya parpol tersebut jelas-jelas telah menjadi pengkhianat rakyat dan seluruh rakyat Indramayu harus melakukan perlawanan secara keras dan nyata.

Mahar politik bisa dibahasakan secara idhar, jelas atau terbuka dan bisa juga dikemas dengan bahasa syarat rukun politik, operasional cost politik, biaya pemenangan, biaya kampanye, biaya pembuatan alat peraga kampanye (APK), biaya saksi dan berbagai bahasa lain yang sebenarnya mengarah jelas pada permintaan mahar politik.

Operasional cost politik dan segala tetek bengek biaya lainnya tersebut adalah real cost yang harus disiapkan untuk memenangkan pertarungan politik Pilkada. Namun jika hal itu diminta dimuka, apalagi dijadikan sebagai salah satu kriteria dan syarat untuk mendapatkan rekom dari Parpol pengusung, maka bagi saya pribadi, hal itu jelas-jelas telah menciderai demokrasi serta mengotori niat suci untuk melakukan perubahan di Indramayu.

Pertanyaannya adalah, jika ada seorang balon yang memiliki uang banyak, berjumlah puluhan miliar atau bahkan ratusan miliar Rupiah, meski dia tidak memiliki modal sosial, tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas atau dalam bahasa politik, tidak memiliki popularitas dan elektabilitas hanya memiliki isi tas. Apakah orang tersebut yang akan diusung oleh Parpol untuk menjadi calon bupati? Maka celakalah kita semua.

Jika demikian, maka sebenarnya bukan perubahan yang didengungkan, melainkan perlu bahan. Menurut seorang teman yang menggeluti usaha konveksi dan jual beli kain di Pasar Jatibarang, kalau perlu bahan tidak perlu ada Pilkada, tinggal datang saja ke dia perlu bahan berapa banyak tinggal bawa uang saja sebanyak-banyaknya. Jika parpol masih perlu bahan untuk pemenangan Pilkada, tidak usah berkoar-koar soal perubahan, tapi nyatakan saja secara lugas bahwa parpol perlu kekuasaan. Bukankah itu yang selama ini menjadi tujuan utama politik di Indramayu dan mengabaikan fungsi pendidikan politik bagi rakyat.

Pertanyaan berikutnya adalah, siapa sebenarnya yang harus menyiapkan operasional cost poilitik dan berbagai biaya tetek bengek seperti disebutkan diatas ? Seorang balon bupati pasti sudah menyiapkan diri untuk mengisi tas nya agar tujuannya tercapai. Tetapi masa iya seluruh biaya tersebut harus dibebankan kepada seorang calon bupati dan atau wakil bupati semata? Mana tanggung jawab kita sebagai rakyat yang menginginkan perubahan? Mana tanggung jawab parpol yang sangat berorientasi pada kekuasaan?

Hal mendasar yang harus dilakukan oleh parpol koalisi perubahan adalah mengukur, menilai dan menentukan siapa sebenarnya figur yang paling layak untuk menjadi calon bupati berdasarkan kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya. Karena popularitas dan elektabilitas bukanlah segalanya, popularitas bisa disulap dalam waktu sekejap dan elektabilitas bisa dibangun dengan konsep dan cara yang berkualitas agar terus menanjak ke atas. Tetapi kapasitas pribadi dengan berkepribadian tinggi tidak bisa dibangun dalam waktu sekejap. Kapabilitas yang mumpuni tidak akan bisa dibohongi.

Sekarang kita kembalikan kepada Parpol dan seluruh rakyat Indramayu, Benarkah membutuhkan perubahan di Indramayu? Jika benar, maka pastilah figur yang akan diusung merupakan figur yang siap menjadi panglima memimpin pasukan perubahan. Namun jika tidak, maka warga Indramayu tidak perlu kecewa, juga tidak perlu merana, apalagi putus asa dan menyatakan golput dalam Pilkada nanti. Inilah real politik yang terjadi di Indramayu, kita harus lebih bersabar dan tawakkal untuk menanti terbitnya fajar perubahan di Bumi Wiralodra.

“Perubahan Harus Digerakkan……..Tiada Harapan dalam Penantian”

“Perlu Bahan Cukup Bawa Uang Saja”

Wallahu A’lam Bis Shawab

Indramayu, 20-02-2020

Penulis : Iing Rohimin

Aktifis Reformasi 98 di Indramayu

indramayujeh

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

762ba2bf06f1b06afe05db59024a6990

Recent News